Bokap - Sigit D.W. |
He he kebetulan saya udah gak peduli sama status broken home. Sekalipun besok saya melamar wanita pujaan hati, saya berharap ayahnya melihat saya sebagai saya. Karena kalau melihat bapak, adanya gak bakal boleh melamar anaknya.
Hidup bertiga sama kakak dan nyokap gua pandang sebagai hal biasa di Jakarta. Inilah hidup, tidak semuanya harus sempurna. Baik apabila diberkahi dengan keluarga yang utuh tetapi juga harus bersyukur apabila keluarga seperti ini adanya. Kadang sedih juga masih di Jakarta, belum dinas kemana-mana, kumpul bertiga antara anak sama ibu saja susahnya minta ampun. Makanya kemarin saya memilih untuk tidak mengikuti kongres demi berkumpul bersama ibu dan mas.
Oh ya, bapak sendiri hidupnya sudah di Depok. Sekitar setahun lalu mungkin ya saya bertemu beliau terakhir. Sampai saat ini belum sempat bertemu. Beliau sendiri sudah berjanji akhir bulan akan menghampiri ke kampus. Namun saat memasuki tenggat waktu, beliau dengan alasan tertentu belum bisa hadir. Kebetulan saya juga sedang sibuk di kampus. Sehingga liburan semester besok mungkin kalau niat saya masih bagus, baru mau menghampiri beliau.
Tadi sore beliau SMS, mungkin balasan SMS dari saya agak menyakitkan beliau. Karena beliau sudah pasrah menghadapi kami-kedua anak lelaki yang sudah beranjak dewasa praktis mengganti figur ayah dengan figur dewasa kami. Beliau begitu putus asa, dalam SMS saya berkata :
"Bapak, bersyukurlah kami bisa tumbuh normal tanpa mengalami masalah apapun walaupun jauh dari bapak."
SMS itu tidak terbalas sampai sekarang. Lagipula SMS bapak soal eksistensi dirinya sepertinya sudah beberapa kali beliau ungkapkan, sehingga saya membalasnya seperti ini : "Bapak, sepertinya bapak sudah mengungkapkan hal ini beberapa kali.". Tanpa berpikir bapak mulai mengalami dekadensi kemampuan kognisi disebabkan faktor biologis, saya malah berkhayal jangan-jangan bapak yang sekarang bukan bapak yang saya kenal dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar